VIEWS

5 Elemen Kunci Mengelola Krisis : Siapkah Anda Menghadapi Krisis dengan Komunikasi Tepat?

Isma Natanegara 

CEO - Senior Consultant

13 Juni 2025

 

 Foto: Ilustrasi crisis management. (Freepik)


Crisis Communication Merupakan Ujian Konkret 

Saat terjadi krisis, masyarakat tak hanya membutuhkan informasi akurat, tetapi juga kepastian. Baik itu skandal perusahaan, bencana alam, pelanggaran keamanan siber, atau darurat kesehatan, cara kita berkomunikasi dan pesan yang disampaikan dapat meredakan ketegangan atau justru memperburuk keadaan.

Pada dasarnya, crisis communication tak hanya sekadar mengurangi dampak negatif dari suatu permasalahan. Crisis communication juga harus menunjukkan kepemimpinan, empati, dan kejelasan saat situasi genting yang tidak pasti. Dalam dunia digital saat ini, memilih untuk berdiam diri atau bahkan salah bicara dapat menghancurkan reputasi. Setiap perilaku dapat menjadi bahan perbincangan atau bahkan menjadi viral di media sosial.

Sayangnya, menurut studi dari Capterra dan Forbes pada Februari 2023, sekitar 49% perusahaan tidak memiliki crisis plan . Bahkan hanya 25% yang melakukan latihan simulasi krisis[1]. Tanpa crisis plan yang jitu dan terstruktur, suatu perusahaan, organisasi, atau bahkan instansi pemerintah akan mengalami kesulitan dalam menghadapi krisis karena tidak memiliki arahan atau guideline yang jelas. Hal ini semakin berisiko apabila juru bicara, perwakilan perusahaan, atau pejabat pemerintah harus memberikan pernyataan di depan media.

Lantas, apa yang harus dilakukan?

Dalam crisis communication, ada beberapa elemen utama yang harus diperhatikan :


1. Ketidaksiapan Menjadi Risiko Terhadap Reputasi 

Ketidaksiapan dalam menghadapi sebuah krisis dapat menjadi risiko tercorengnya reputasi dan hilangnya kepercayaan masyarakat. Apabila tidak ditangani dengan baik, hal ini akan meimbulkan dampaknya jangka panjang yang parah. Salah satunya adalah krisis yang dihadapi oleh OpenAI dua tahun lalu.

Pada tanggal 17 November 2023, kabar pemecatan CEO OpenAI Sam Altman cukup menggemparkan industri teknologi[2]. Pengumuman tersebut disampaikan oleh dewan direksi secara tiba-tiba dan hanya memberikan penjelasan yang gamang seperti “hilangnya kepercayaan" dan "kurangnya transparansi" tanpa disertai bukti konkret atau penjelasan rinci. Ketidakjelasan ini memicu banyak pertanyaan, baik di kalangan publik maupun internal perusahaan. Para stakeholder, mulai dari karyawan, mitra strategis seperti Microsoft, hingga komunitas AI global dibiarkan tanpa informasi jelas sehingga memicu spekulasi dan menciptakan ketidakpastian. Tanpa dedicated spokesperson yang bertugas untuk meluruskan informasi dan memberikan key message yang konsisten, OpenAI terlihat sama sekali tidak siap menghadapi situasi krisis ini.

Situasi diperparah karena pemecatan tersebut memunculkan respon negatif dari internal perusahaan. Lebih dari 700 karyawan OpenAI secara kolektif menandatangani surat terbuka yang menuntut perusahaan untuk mengembalikan Sam Altman dan menyatakan rasa ketidakpercayaan terhadap dewan direksi. Aksi solidaritas ini tak hanya membuktikan kuatnya dukungan terhadap Sam Altman, tetapi juga menunjukkan bahwa keputusan dewan direksi berseberangan dengan pendapat mayoritas di dalam perusahaan. Akibat tekanan dari karyawan dan para investor, Sam Altman kembali menjabat sebagai CEO pada tanggal 8 Maret 2024[3].

Meskipun sudah mereda saat ini, krisis yang melanda OpenAI merupakan dampak dari ketidaksiapan dalam crisis communication dan informasi yang simpang siur. Key message yang tidak konsisten dan ketidakjelasan mengenai alasan pemecatan tersebut pada akhirnya memunculkan banyak spekulasi dan rumor. Dalam situasi seperti ini, rencana komunikasi krisis yang terstruktur sangatlah penting. Dengan perencanaan yang matang, perusahaan dapat merumuskan key message yang konsisten, menyampaikan fakta secara transparan, serta memastikan seluruh communication channel seperti laman resmi dan sosial media menyampaikan pesan yang sama. Tujuannya bukan sekadar mencegah spekulasi, tetapi juga menyediakan fakta yang sama dan mempertahankan reputasi.


2. Bertindak Cepat dan Tepat 

Kecepatan adalah segalanya dalam menghadapi krisis. Terlalu lama merespons akan mendorong spekulasi, kepanikan, dan kerusakan reputasi secara jangka panjang. Apalagi di era digital saat ini, informasi yang salah dapat menyebar melalui platform media sosial dalam hitungan detik atau bahkan menjadi viral. Dalam situasi ini, opini publik bisa terbentuk sebelum adanya fakta yang dapat dibuktikan.

Dalam hal ini, kita bisa belajar dari krisis American Airlines yang terjadi awal tahun ini. Pada tanggal 29 Januari 2025 pada jam 9.00 malam waktu setempat. Dunia penerbangan dikejutkan oleh kabar kecelakaan pesawat Bombardier CRJ700 milik American Airlines yang bertabrakan dengan helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat Amerika Serikat saat mendekati Bandara Nasional Ronald Reagan, Washington DC. Kecelakaan ini memakan 67 korban jiwa dan puing pesawat jatuh ke Sungai Potomac [4] [5].

Tak lama setelah terjadinya insiden tersebut, American Airlines langsung menjalankan communications plan yang sudah disiapkan sebelumnya. Satu jam setelah kabar beredar, perusahaan segera mengeluarkan pernyataan tertulis melalui laman resminya, memberikan informasi terbaru secara rutin, dan menjabarkan berbagai fakta yang sudah diketahui. Perusahaan juga menyediakan nomor telepon khusus yang dapat dihubungi oleh keluarga korban dan menjalankan CARE Team yang terdiri dari staf terlatih yang bertugas untuk memberikan dukungan bagi masyarakat yang terdampak[6].

Keesokan harinya, Robert Isom menghadiri konferensi pers yang diadakan di Bandara Nasional Ronald Reagan bersama dengan sejumlah pejabat pemerintah, tim SAR, dan pihak berwajib untuk bertemu dengan para media, memberikan update terbaru terkait proses investigasi dan evakuasi, serta menjawab semua pertanyaan. Dalam konferensi pers tersebut, dapat terlihat bahwa masing-masing pihak, termasuk Robert Isom, memahami situasi dan saling berkoordinasi untuk memberikan fakta yang jelas kepada para reporter.

Setelah itu, CEO American Airlines Robert Isom merilis pernyataan video untuk mengungkapkan simpati yang mendalam dan menegaskan bahwa perusahaan akan berkomitmen melakukan penyelidikan serta memberikan dukungan bagi keluarga korban. Dalam video tersebut, Isom pun tidak mencari pembenaran ataupun menyalahkan pihak lain. “Ini merupakan hari yang sulit bagi seluruh pihak American Airlines. Saat ini, kami berfokus pada kebutuhan para penumpang, anggota kru, mitra, responden pertama, beserta keluarga dan orang-orang terkasih. Kami juga bekerja sama dengan pihak berwajib untuk melakukan investigasi, “ ujar Robert Isom dalam video tersebut[7].

Crisis communication yang dilakukan American Airlines dan CEO Robert Isom patut diacungkan jempol. Perusahaan berhasil menangani situasi darurat dengan respons cepat dan terstruktur. Tanpa menunggu lama, mereka secara konsisten menjalankan pola komunikasi yang rapi, yaitu pernyataan tertulis, konferensi pers, pernyataan video, serta pembaruan informasi secara bertahap melalui berbagai platform. Kecepatan penyampaian informasi ini berhasil mencegah spekulasi publik, menyediakan fakta akurat untuk kebutuhan media, serta memberikan kejelasan bagi masyarakat sehingga tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu.

Respons American Airlines tidak hanya cepat, tetapi juga tepat. Sebagai pimpinan perusahaan, Robert Isom mampu menampilkan diri secara profesional di tengah krisis. Dalam setiap pernyataannya, ia berbicara dengan nada yang tenang dan jelas serta menunjukkan ekspresi wajah yang serius namun penuh empati. Ia konsisten berpegang pada fakta yang terverifikasi dan menghindari spekulasi mengenai insiden. Ketika menghadapi pertanyaan yang belum bisa dijawab, ia dengan lugas menyampaikan, "Kami memohon maaf, informasi tersebut belum dapat kami sampaikan saat ini. Namun, kami akan memberikan pembaruan informasi segera setelah investigasi selesai."


3. Komunikasi yang Personal, Berempati, dan Terbuka

Banyak pemimpin perusahaan yang cenderung membatasi komunikasi atau hanya sekadar mengikuti naskah yang sudah disiapkan. Namun, dalam kasus jatuhnya pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501 yang terjadi 10 tahun yang lalu, CEO Tony Fernandes mengambil langkah yang berbeda dan nonortodoks. Dalam hal ini, ia berfokus pada komunikasi yang berempati, terbuka, dan personal.

Pada tanggal 28 Desember 2014, dunia penerbangan dikejutkan oleh kabar jatuhnya pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501. Pesawat jenis Airbus A320-200 itu terbang dari Surabaya menuju Singapura dan membawa 162 penumpang. Sekitar 42 menit setelah lepas landas, pesawat hilang kendali dan jatuh di perairan Laut Jawa. Menurut hasil investigasi, kecelakaan tersebut disebabkan oleh gangguan pada sistem kemudi.

Sebenernya, pola crisis communication yang dilakukan oleh Tony hampir mirip dengan Robert. Tak lama setelah mendengar insiden tersebut, Tony langsung terbang dari Kuala Lumpur menuju Surabaya untuk melakukan penanganan krisis dan menghadiri kegiatan pencarian korban. Di sana, ia bergabung dengan tim AirAsia Indonesia di Crisis Center Bandara Juanda untuk menemui dengan para keluarga korban dan menghadiri konferensi press untuk memberikan pernyataan.

Bedanya, Tony Fernandes mengambil pendekatan yang lebih personal. Saat berada di Indonesia, ia tidak segan berinteraksi secara langsung dengan keluarga korban untuk menyampaikan kabar duka secara pribadi dan memberikan nomor ponsel pribadinya kepada keluarga yang ingin bertanya atau memerlukan dukungan. Bahkan, sikapnya yang empatik ini diuji ketika seorang ibu yang berduka melampiaskan emosi dengan menamparnya. Namun, Tony sama sekali tidak membalas dengan kemarahan, melainkan menunjukkan pengertian bahwa luapan emosi semacam itu wajar terjadi dalam situasi penuh tekanan seperti ini.

Selama proses investigasi dan pencarian korban, perusahaan secara rutin memberikan informasi terbaru mengenai proses investigasi melalui berbagai laman resmi. Tony juga melakukan hal yang sama melalui akun Twitter pribadinya dan tidak segan berinteraksi dengan netizen. Tak hanya itu, Tony mengirimkan email secara pribadi kepada seluruh pelanggan Airasia untuk mengakui terjadinya krisis, memberikan ungkapan keprihatinan yang mendalam, serta komitmen untuk mengevaluasi layanan penerbangan[8]. Tony sengaja memilih ucapan santun dan hangat, serta menghindari bahasa korporat yang kaku karena ini hanya akan menyakiti perasaan keluarga korban, apalagi dalam situasi duka seperti ini.

"Saya mengambil tanggung jawab secara penuh. Tidak perlu mencari-cari kesalahan, saya menyadari bahwa saya adalah pemimpin dari pesawat yang jatuh, "ujar Fernandes dalam wawancara singkat di akun YouTube bernama LearnWithDIRI[9] (29/7/2024). Pernyataan ini menegaskan bahwa ia tidak mencari kambing hitam dalam menghadapi krisis.

Yang menarik, keputusannya untuk hadir di lokasi krisis bertolak belakang dengan saran dari tim legal perusahaan. Namun ia bersikeras dan tetap berangkat ke Surabaya. “Saya ini pemimpin perusahaan. Tentu saja saya harus ke sana untuk memberikan dukungan kepada semua staf yang terlibat,” ujar Tony Fernandez saat menceritakan pengalamannya dalam acara Skift Global Forum East[10] di Dubai (20/11/2024).

Pendekatan komunikasi Tony yang terbuka dan berempati patut menjadi contoh bagi pemimpin perusahaan lainnya dalam menghadapi krisis. Hal ini dapat membangun kembali kepercayaan publik dan memperkuat reputasi mereka di tengah situasi yang sulit. Selain itu, kehadirannya yang cepat di lokasi menunjukkan bahwa dalam situasi krisis, seorang pemimpin harus mendobrak protokol demi menunjukkan empati dan komitmen secara nyata.


4. Dilakukan Secara Kontinu

Komunikasi krisis tidak cukup dilakukan sekali dua kali saja. Untuk mengembalikan kepercayaan publik, komunikasi harus berlangsung secara kontinu, konsisten, dan responsif terhadap perkembangan situasi.

Dalam hal ini, kita bisa belajar dari pemerintah Singapura saat menghadapi krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 yang terjadi selama tahun 2020-2023. Awal mula pandemi terjadi, pemerintah Singapura langsung meluncurkan Multi-Ministry Taskforce (MTF) yang berkolaborasi dengan Kementrian Kesehatan dan pakar kesehatan lainnya untuk menyebarkan informasi yang kredibel. Selain menerapkan peraturan circuit breaker yang mewajibkan masyarakat untuk berada di rumah dan memakai masker, pemerintah Singapura juga meluncurkan berbagai program crisis communication, seperti update berkala melalui aplikasi kirim pesan, melakukan berbagai kampanye di platform media sosial serta televisi, dan menyebarkan poster dan iklan mengenai pencegahan Covid-19 [11].

Selama pandemi, pemerintah Singapura secara konsisten memberikan informasi dan update terbaru kepada masyarakat melalui aplikasi pesan seperti WhatsApp dan Telegram. Pemberian update ini dilakukan sebanyak dua atau tiga kali setiap harinya dalam format yang ringkas, mudah dipahami, dan dengan bahasa yang berbeda guna menjangkau masyarakat Singapura yang multilingual[12]. Selain menyediakan fakta secara transparan, pemerintah juga memberikan tips hidup sehat selama pandemi dan memberikan penjelasan yang meyakinkan untuk mencegah agar masyarakat tidak panik[13].

Tak hanya itu, pemerintah Singapura aktif menjalankan kampanye secara rutin di berbagai platform mulai dari media sosial, televisi, hingga radio. Salah satunya adalah kampanye SG Clean di mana pemerintah menyiarkan program dan menghadirkan pakar kesehatan yang mengajak masyarakat untuk memakai masker, menjaga kesehatan, dan tetap aktif berolahraga meskipun adanya penerapan stay-at-home. Pemerintah juga berkolaborasi dengan berbagai content creator dan selebriti untuk secara rutin merilis video singkat bertajuk Comedians Get Serious yang menarik dan lucu melalui Facebook, Twitter, dan Instagram. Menurut studi RySense, sebanyak 70% masyarakat Singapura setuju bahwa menerapkan humor dalam kampanye tersebut membantu menjaga agar tetap semangan dan ceria di tengah pandemic yang tidak menentu.

Secara garis besar, crisis communication seperti ini membutuhkan komitmen, kolaborasi, dan tidak bisa dilakukan hanya sekali saja, apalagi dalam situasi yang berdampak bagi banyak masyarakat. Dalam hal ini, kita juga harus bisa fleksibel dan beradaptasi sesuai dengan perubahan kondisi untuk mengubah arah crisis communication kita agar lebih sesuai.


5. Kesiapan Menjadi Penting

Namun, poin terakhir yang perlu diingat adalah kesiapsiagaan merupakan kunci utama dalam menghadapi krisis yang dapat terjadi kapanpun. Perusahaan, institusi, maupun pemerintah harus memiliki rencana crisis communication yang komprehensif sebelum krisis itu terjadi. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah mengantisipasi berbagai skenario krisis yang dapat terjadi, mempersiapkan respons dan pernyataan reaktif dan proaktif, memberntuk crisis center dan tim serta menunjuk dan melatih juru bicara agar mampu tampil baik saat wawancara dengan media, serta membangun sistem komunikasi secara internal. Dalam hal ini, menunjuk konsultan public relations dapat membantu persiapan sehingga lebih efisien.

Persiapan lebih awal tentunya dapat membantu kita merespon krisis, meminimalisasi kesalahan, dan mengembalikan reputasi baik lebih cepat.

Reputasi yang dibangun puluhan tahun bisa runtuh dalam sekejap apabila tidak dihadapi dengan strategi komunikasi yang tepat. Jangan tunggu krisis terjadi. Bersiaplah dari sekarang!


To learn more about Crisis Communication and how to prepare, get in touch with Inke Maris & Associates via  WhatsApp: +62 816 210 028 (Text Only) or email us at [email protected]

[1] Amanda R. Lucey, “49% of Companies Have a Crisis Plan. But Is It Enough to Save a Reputation?,” PR News, December 17, 2024.

[2] Reuters, “A Timeline of Sam Altman's Firing and Dramatic Return to OpenAI,” Reuters, May 6, 2025.

[3] The Verge, “Turmoil at OpenAI: What’s Next for the Creator of ChatGPT?,” last updated May 6, 2025.

[4] Kompas.com, “CEO American Airlines Buka Suara soal Tabrakan Pesawat dan Helikopter Militer AS di Washington DC,” YouTube video, January 30, 2025.

[5]Fakta-fakta Tabrakan Helikopter Black Hawk dengan Pesawat American Airlines,” Tempo.co, February 3, 2025.

[6] Eleanor Hawkins, “How American Airlines Communicated Through Tragedy,” Axios, February 6, 2025.

[7] FOX 5 Washington DC, “American Airlines CEO Robert Isom Responds to Crash at Reagan National,” YouTube video, January 30, 2025.

[8] Mediani Dyah Natalia, “Musibah AirAsia: Tony Fernandes Kirim Email untuk Pelanggan AirAsia,” Harian Jogja, January 13, 2015.

[9] LearnWithDiri, “Tony Fernandes Reflects on the Indonesia AirAsia Flight 8501 Incident,” YouTube video, July 29, 2023.

[10] Gordon Smith, “AirAsia’s Tony Fernandes Shares His Crisis Communications Playbook,” Skift, November 20, 2024.

[11] Mohit Sagar, “How Singapore Government’s Communication Keeps Nation Moving Forward in Crisis,” OpenGov Asia, March 16, 2020.

[12] Medha Basu, “Exclusive: How Singapore Sends Daily WhatsApp Updates on Coronavirus,” GovInsider, March 3, 2020.

[13]The Role of Public Communications and Engagement in a Pandemic,” ETHOS, Issue 22, June 2021.

About Inke Maris & Associates
PR Agency Indonesia

Established in 1986, Inke Maris & Associates (IM&A) is a leading, independent PR Agency in Jakarta providing strategic counsel to businesses, organisations and public institutions. IM&A was recognised as the Best PR Firm in Indonesia after a survey conducted by Mix Magazine to over 100 Indonesian journalists nominated the firm for the PR Agency of the Year Award 2016. As PR and strategic communications consultants, our work falls into overarching and often intersecting areas of Public Affairs, Corporate Communications, Financial Communications, Marketing Communications, Issues & Crisis Communications, Capacity Building & Training, Social Marketing & PR Campaigns, Community and Stakeholder Engagement, Digital PR, Event Management.

#PublicAffairsConsultantIndonesia #KonsultanPRJakarta #KonsultanHumasJakarta #PRConsultantJakarta #CommunicationsConsultantIndonesia #PublicAffairsAgencyIndonesia #BestPRFirmIndonesia #PRAgencyJakarta #AgencyPRdiIndonesia #PublicRelationsServicesJakarta #TopPRAgencyIndonesia #PublicRelationsServicesIndonesia #PRAgencyIndonesia #PublicAffairsIndonesia #PublicAffairesConsultantIndonesia

 VIEWS

Jun 13, 2025

5 Elemen Kunci Mengelola Krisis : Siapkah Anda Menghadapi Krisis dengan Komunikasi Tepat?

READ MORE
Mar 20, 2025

Mendorong Perubahan: Kendaraan Listrik Sebagai Simbol Gaya Hidup Berkelanjutan di Indonesia

READ MORE
Mar 20, 2025

Peran Penting Public Affairs dalam Menavigasi Dunia Bisnis di Indonesia

READ MORE
Mar 22, 2024

Driving Change: Electric Vehicles as Indonesia’s Sustainable Living Icons

READ MORE
Mar 18, 2024

Navigating Indonesia's Business Landscape: The Vital Role of Public Affairs Professionals

READ MORE
Feb 29, 2024

Memperkuat Kesehatan Keluarga: Pentingnya Komunikasi Dua Arah bagi Orang Tua

READ MORE
Feb 17, 2024

Trailblazing Paths: Unconventional Strategies in Indonesian Presidential Campaigns

READ MORE
Aug 21, 2023

Infografik Inklusi Keuangan di Indonesia

READ MORE
Jul 14, 2023

Ringkasan Temuan Utama dari penelitian Small Firm Diaries

READ MORE
Jun 29, 2023

Gen Z Jadi Masa Depan Industri Asuransi

READ MORE