Nirina Jubir Walk Out pada sesi wawancara, Kamis (18/11) malam. Terjadi pada salah satu stasiun televisi swasta. Yang akhirnya menjadi viral di media sosial, berikut pada media-media arus utama.
Bukan cuma sekali ini. Kisah walk out saat sesi wawancara sudah sering terjadi. Joaquin Phoenix berhasil membawa Joker memenangkan Golden Lion Award pada Venice Film Festival 2019 pernah walk out juga saat sesi wawancara dengan The Telegraph. Kala itu, dia kaget dengan pertanyaan The Telegraph. Bingung untuk menjawab. Lalu memutuskan untuk keluar.
Pesohor sepak bola abad ini, Christian Ronaldo, pernah mengalami situasi yang sama. Terjadi di salah satu stasiun televisi lokal Tiongkok. Yang cikal bakalnya dipicu oleh pertanyaan Gao Xiaosong, sang pembawa acara, tentang kapan CR7 akan pensiun. Ronaldo kesal, karena dia sedang berada di puncak karier sepak bolanya.
Donald Trump, presiden AS yang baru saja menyelesaikan periode kepemimpinannya, juga walk out dari sesi wawancara dengan CBS News. Rubrik “60 Minutes” itu berubah menjadi lebih singkat. “45 Minutes.” Dugaannya, Trump kesal dengan pertanyaan yang dilontarkan. Sementara kubu Trump sendiri mengaku Lesley Stahl, sang pembawa acara, tidak mengenakan masker sejak datang ke Gedung Putih.
Seorang dari best PR firm Indonesia perlu peka dengan kondisi ini. Terutama ketika sedang mempersiapkan sebuah sesi wawancara. Menghadirkan klien, yang sejak awal mendambakan sesi wawancara yang sejuk. Tentu saja, tanpa cacat dan memuaskan.
Ini menjadi tantangan para PR, yang saban hari dihadapkan pada atmosfir “menegangkan,” sesi wawancara, terutama PR di kota-kota besar, seperti PR Agency Jakarta , dan kota-kota lainnya.
Sebelum menjadi drama horor dari 30 – 60 menit itu, bagaimana seharusnya best PR firm Indonesia mempersiapkan sesi wawancara tersebut? Apa kiat-kiat yang harusnya sudah dalam kendali seorang PR, sebelum mendorong masuk narasumber pada arena wawancara?
Pertama, datanglah pada media yang tepat. Track record dan jam terbang media adalah sebuah keniscayaan untuk diteliti. Yakin, Anda telah memiliki buku sejarah untuk sejumlah media dan janganlah menjadi lembar tua untuk disingkirkan. Juga termasuk gaya wawancara sang pembawa acara. Jika neraca pertimbangan Anda cenderung berada di tombol hijau, yang artinya, aman buat berjalan, lekas injak gas untuk mulai mengemudi.
Kedua, melakukan kesepakatan dengan media bersangkutan bukanlah sesuatu yang haram. Bukan dengan maksud mendramatisir, memanipulasi, atau memaksakan skenario. Yang disepakati adalah koridor, yaitu lorong bagi semua pihak bisa berjalan dengan aman dan nyaman. Juga yang menjamin martabat. Etika. Karena yang ingin dibawa dalam perjalanan singkat itu adalah pesan, yang terbungkus dalam ujaran-ujaran sahut menyahut.
Ketiga, saatnya Anda memberi perhatian lebih pada narasumber. Dia adalah pembawa pesan. Yang berjalan sejak lampu hijau dinyalakan. Persiapkanlah dia dengan segala kemungkinan. Bila perlu, ambilah waktu latihan, agar sang pembawa pesan tetap berjalan pada koridor. Sadar penuh akan kemunculan lampu kuning dan lampu merah. Sesewaktu. Jangan melanggar atau sampai tertembak, layaknya permainan Lampu Merah dan Lampu Hijau pada Squid Game.
Keempat, apakah perlu mengajurkan walk out? Rasa-rasanya tidak perlu. Media berhak untuk bertanya apa saja. Seperti lampu kuning dan lampu merah. Anda hanya perlu melatih sang pembawa pesan untuk menginjak rem. Tetapi, tidak perlu keluar dari kendaraan, apalagi menyeberang dan memintas untuk pulang. Ya, fokus pada pesan yang mau disampaikan. Bukan pada pertanyaan yang dilontarkan. Dan jika ada jurang yang cukup lebar antara pesan dan pertanyaan, bangunlah jembatan. Secepatnya. Lalu, menyeberanglah ke jalur yang tepat, untuk kembali di zona hijau.
Kelima, siapa pun Anda dan di manapun Anda berada, cuma Andalah penentu terbesar hasil akhirnya. Anda adalah apa yang Anda tampilkan, yang jejaknya dapat meresap di mana pun. Pada layar televisi. VoD. Tulisan. Ulasan. Bahkan pada buah bibir. Darinya Anda mendapatkan sejumlah impresi.
Jadi, jejak mana yang ingin Anda tinggalkan, wahai para *best PR firm Indonesia?* Atau para *PR Agency Jakarta?* Andalah juaranya!
Alexander Yopi,
Senior Account Manager
Inke Maris & Associates
For more information or to talk to us please email: contactus@inkemaris.com
About Inke Maris & Associates
PR Agency Indonesia
Established in 1986, Inke Maris & Associates (IM&A) is a leading, independent PR Agency in Jakarta providing strategic counsel to businesses, organisations and public institutions. IM&A was recognised as the Best PR Firm in Indonesia after a survey conducted by Mix Magazine to over 100 Indonesian journalists nominated the firm for the PR Agency of the Year Award 2016. As PR and strategic communications consultants, our work falls into overarching and often intersecting areas of Public Affairs, Corporate Communications, Financial Communications, Marketing Communications, Issues & Crisis Communications, Capacity Building & Training, Social Marketing & PR Campaigns, Community and Stakeholder Engagement, Digital PR, Event Management.