Kinerja fundamental bank-bank di saat pandemi mengalami koreksi. Penyaluran kredit – yang menjadi motor utama kinerja perbankan – turun dari posisi puncak sejak Maret 2020. Pada Juni 2020, untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan kredit perbankan negatif 0,5% QoQ. Mencemaskan, saat itu.
Mandeknya penyaluran kredit dipicu oleh keputusan pemerintah yang memberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat melalui PSBB, kemudian PPKM. Meskipun tidak disebut sebagai lockdown, PSBB dan PPKM pada akhirnya menghentikan aktivitas ekonomi masyarakat. Kesehatan menjadi jauh lebih penting daripada ekonomi, dan antisipasi paling tepat untuk menghentikan laju penyebaran COVID-19 saat itu adalah ‘memaksa’ masyarakat untuk beraktivitas dari rumah.
Untuk pelaku usaha, palu kebijakan itu adalah pukulan telak di ronde pertama. Setelah jatuh, kaki dan tangannya harus diamputasi. Setelahnya, banyak pelaku usaha yang kehilangan kemampuannya untuk memenuhi berbagai kewajiban, termasuk terhadap perbankan.
Untungnya, regulator telah menyiapkan skenario komprehensif yang memungkinkan perbankan agar bisa berjalan dalam mode normal, kendati sedang dalam masa anomali.
Dengan kebijakan restrukturisasi, kualitas kredit dapat dijaga dengan aman. Hal ini terlihat dari pergerakan NPL industri perbankan yang konsisten rata-rata di level 2,5% sejak Desember 2020 hingga 3,0% pada Desember 2021.
Dengan ruang restrukturisasi yang diciptakan regulator, perbankan dapat mengelola risiko kredit melalui berbagai opsi, seperti penundanaan pembayaran, keringanan bunga, keringanan cicilan, dan solusi lainnya agar kredit tidak macet.
Regulator menjadi dokter dan perbankan menjadi perawat yang senantiasa menerima kunjungan pasien untuk memastikan kekalahan ronde pertama tersebut tidak sampai mengakibatkan kelumpuhan fatal bagi pelaku usaha.
Alhasil, pertumbuhan kredit perbankan akhir tahun lalu berhasil kembali ke level normal, mencapai lebih dari 5% dan bahkan 6% pada kuartal I tahun ini. Pelaku usaha yang sempat roboh kini mulai pulih dan siap kembali ke arena tinju.
Posisi Media Selama Pandemi
Di saat pesimisme melanda, media-media mainstream yang memiliki daya jelajah tinggi seperti media Tier-1 memainkan peranan penting dan kembali terlihat sebagai pilar keempat demokrasi.
Adagium Bad news is Good news kali ini berubah makna, entah sengaja, entah ada kesepakatan tertulis maupun tidak tertulis, media-media mainstream ramai-ramai memproduksi optimisme dan memompa kepercayaan kepada setiap pembacanya dalam situasi yang buruk.
Dampaknya kira-kira seperti ini. Korban COVID-19 tidak semata-mata korban nyawa, tetapi juga korban hoaks. Menurut Survei Edelman Trust Barometer 2021, 83% masyarakat Indonesia cemas terhadap hoaks. Akibat banyaknya hoaks, muncul pula para ‘zombie’ yang percaya pada disinformasi (kebohongan) dan bergentayangan mencari korban baru dari masyarakat yang masih mengambang dan rapuh.
Kita patut mengacungkan jempol pada media-media yang setia pada kebenaran. Terutama mereka yang tergabung dalam persekutuan ‘media lawan COVID,’ yaitu media-media yang berupaya sekuat tenaga menghentikan pergerakan para ‘zombie’ dengan memberikan informasi yang terverifikasi.
Setelah membunuh para ‘zombie,’ tugas lainnya adalah mempertahankan optimisme dengan menarik batas yang jelas antara kebenaran dan kebohongan.
Hal ini tidaklah mudah karena godaan Bad news is Good news selalu tampak di depan mata. Dalam artian sempit, good news adalah traffic atau segalanya bagi media (traffic is king). Media mana yang tidak ingin beritanya dibaca ribuan bahkan jutaan pembaca? Hal ini tentunya dapat menjadi godaan bagi media untuk mempublikasikan berita negatif demi meningkatkan traffic.
Alhasil, tingkat kepercayaan publik terhadap media mainsteam tahun lalu naik tiga peringkat ke-72 atau tertinggi di dunia (Survei Edelman Trust Barometer, 2021). Di masa pandemi, media mainstream berhasil memukul mundur para ‘zombie’ dan kembali menyebarkan kebenaran.
Reputasi Perbankan
Satu hal yang mencolok sepanjang pandemi adalah transformasi masif bank menuju layanan digital. Perbankan yang sebelum pandemi sudah serius menggaungkan transformasi layanan digital menikmati panggungnya melalui angka pertumbuhan transaksi digital di semua kanal yang mencengangkan.
Sementara perbankan yang masih enggan pada akhirnya dipaksa bangun dari tidur dan berlomba-lomba mengembangkan layanan mobile banking. Kendati agak terlambat, keterpaksaan itu tetap mendatangkan keuntungan.
Kenaikan signifikan transaksi digital, peluncuran fitur bank terbaru, peluncuran produk terbaru, dan kenaikan DPK, CASA, dan fee based income merupakan tajuk yang cukup umum terlihat dalam peberitaan media.
Ruang lain yang dieksplorasi perbankan adalah sustainability. Sejumlah inisiatif kemanusiaan yang sebelumnya nampak terabaikan atau kalah dari angka-angka sakti kinerja fundamental pada akhirnya muncul sebagai halaman muka perbankan.
Banyak perbankan yang kini berfokus menyediakan bantuan kemanusiaan, vaksinasi massal, donasi alat dan fasilitas kesehatan, tabung oksigen, dan kegiatan lainnya terkait penanggulangan COVID-19. Demikian berita-berita di media.
Namun yang mencengangkan dari windfall reputation yang diterima perbankan adalah pertumbuhan signifikan pemberitaan perbankan karena sentimen industri dan regulasi. Rata-rata bank pada KBMI 4 dan juga bank-bank yang berada satu kasta di bawahnya telah menikmati pertumbuhan signifikan dari volume pemberitaan yang meningkat 50% pada tahun 2021 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Reputasi itu datang secara gratis (bukan karena paid content) mengingat amanat yang diemban oleh media mainstream tersebut. Industri dan regulasi yang terus menerus dinamis, menempatkan para juru bicara perbankan menjadi sosok utama di halaman media. Tanggapan langsung, ulasan, analisis, dan kontribusi pakar dan pengamat terkait kinerja perbankan memenuhi pemberitaan media.
Memang, mereduksi reputasi hanya dari pemberitaan adalah sebuah kecelakaan alat ukur komunikasi. Namun, pandemi sekurang-kurangnya membentuk kesamaan persepsi antara regulator, pelaku usaha, perbankan, dan media untuk sama-sama membangun optimisme.
Citra yang diterima masyarakat adalah optimisme. Citra baik bagi regulator, perbankan, industri, roda perekonomian, dan akhirnya masyarakat. Satu-satunya yang masih menderita di sini adalah media.
Author
Alexander Yopi
Senior Account Manager
For more information or to talk to us please email: contactus@inkemaris.com
About Inke Maris & Associates
PR Agency Indonesia
Established in 1986, Inke Maris & Associates (IM&A) is a leading, independent PR Agency in Jakarta providing strategic counsel to businesses, organisations and public institutions. IM&A was recognised as the Best PR Firm in Indonesia after a survey conducted by Mix Magazine to over 100 Indonesian journalists nominated the firm for the PR Agency of the Year Award 2016. As PR and strategic communications consultants, our work falls into overarching and often intersecting areas of Public Affairs, Corporate Communications, Financial Communications, Marketing Communications, Issues & Crisis Communications, Capacity Building & Training, Social Marketing & PR Campaigns, Community and Stakeholder Engagement, Digital PR, Event Management.